Nasionalberita.com – Pemerintah sedang menggodok revisi Undang-Undang (UU) Perkoperasian. Namun, meskipun upaya telah dilakukan secara intensif, tampaknya revisi ini tidak akan rampung pada periode pemerintahan saat ini. Oleh karena itu, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, akan menyerahkan tongkat estafet revisi UU ini kepada pemerintahan berikutnya.
“Dengan waktu yang sangat singkat, penyelesaian tidak mungkin tercapai. Namun, Surat Presiden (Surpres) sudah diterbitkan, jadi silakan dilanjutkan oleh pemerintahan yang akan datang,” kata Teten Masduki.
Revisi UU Perkoperasian menghadapi beberapa hambatan, salah satunya adalah banyaknya pelaku koperasi yang enggan berubah atau sudah merasa nyaman dengan kondisi saat ini. Padahal, perubahan dalam UU Perkoperasian sangat dibutuhkan agar koperasi bisa memberikan dampak besar bagi perekonomian nasional.
“Mereka sudah masuk dalam zona nyaman dan tidak mau ada peningkatan pengawasan koperasi, terutama di koperasi simpan pinjam,” ujar Teten.
Revisi UU Perkoperasian ini merupakan perubahan ketiga terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992 yang dianggap sangat penting karena UU ini telah lama terbengkalai tanpa pembaruan. Padahal, koperasi memegang peran sebagai soko guru perekonomian nasional.
Salah satu poin krusial dalam revisi ini adalah pengawasan yang saat ini masih bersifat internal, sementara Kementerian Koperasi dan UKM tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan tersebut.
Diusulkan adanya pengawasan eksternal serta pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) khusus untuk koperasi.
Untuk meningkatkan peran koperasi dalam perekonomian nasional, salah satunya adalah dengan memperbanyak koperasi multi pihak yang mengintegrasikan koperasi dalam rantai produksi dari hulu hingga hilir. Dalam setahun terakhir, KemenKopUKM berhasil membentuk 106 koperasi multi pihak dari berbagai sektor.
Pada tahun 2024, KemenKopUKM juga akan mendorong implementasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengatur tentang koperasi open loop dan close loop.