Nasionalberita.com – Pola permintaan (demand) dan penawaran (supply) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply.
Pemerintah telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34% dari PDB. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF), Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, yang paling rentan yaitu Ultra Mikro (UMi) dan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Lalu kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special treatment untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi, semua ini bertahap kita asess secara well-measured. Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam,” jelasnya.
Perkembangan PEN sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain, masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid. Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama.
Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru.
Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak (WP) yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary.
Pemerintah juga berupaya memperbaiki PEN. Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif, dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Risiko ini yang terus diasess.