Nasionalberita.com – Perjuangan perempuan untuk dapat didengar, dipertimbangkan, dan menempati posisi penting masih menjadi permasalahan hingga saat ini. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (Kemen PPPA), Bintang Puspayoga, masih lekatnya budaya patriarki, akses, dan kesempatan perempuan yang terbatas menjadi penyebabnya.
“Saat ini masyarakat Indonesia cenderung masih erat dengan pandangan patriarki yang mempersepsikan peran utama perempuan ada di ranah domestik. Padahal capaian prestasi dan kemampuan perempuan dapat disandingkan dengan laki-laki. Namun sayangnya banyak perempuan tidak memiliki akses seluas laki-laki,” ujar Menteri Bintang dalam Festival Kepemimpinan Perempuan dan Peluncuran Buku yang diselenggarakan Lingkaran Pendidikan Alternatif Perempuan (KAPAL Perempuan) secara virtual.
Menteri Bintang menuturkan salah satu strategi untuk dapat memeroleh kesetaraan dalam berbagai bidang pembangunan adalah dengan keterwakilan suara perempuan. Oleh karena itu, Menteri Bintang mendorong perempuan untuk berani bersuara dan berharap masyarakat memberikan akses serta kesempatan bagi perempuan untuk berperan dalam pengambilan keputusan, baik di lingkup keluarga, tempat kerja, organisasi, maupun kelembagaan.
“Akan sangat baik jika perempuan tidak hanya didengar pendapatnya, tetapi juga diberikan kesempatan untuk menempati posisi strategis atau bahkan menjadi pemimpin. Perempuan harus diberikan akses dan kesempatan yang lebih luas sehingga potensi dan kemampuannya berkembang maksimal. Saya yakin pemberdayaan perempuan adalah kunci dari kesuksesan pembangunan bangsa demi Indonesia maju,” jelas Menteri Bintang.
Dalam acara tersebut, Menteri Bintang secara resmi meluncurkan buku “Daya Perempuan Akar Rumput : Kepemimpinan Perempuan untuk Perubahan” yang disusun KAPAL Perempuan. Buku ini dituliskan dari pengalaman perempuan akar rumput melakukan pemberdayaan perempuan melalui pengembangan kesadaran kritis melalui Sekolah Perempuan di desa-desa terpencil kepulauan dan pegunungan serta di kelurahan miskin kota.
Pada acara tersebut Menteri Bintang juga berbincang dengan perempuan-perempuan yang telah berhasil melakukan perubahan di daerahnya. Salah satunya Mulyani, anggota Sekolah Perempuan Nusantara dari Desa Sukadana, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Mulyani berkisah jika ia dan rekannya berhasil memperjuangkan keberadaan sekolah perempuan di daerahnya dengan berani bersuara meyakinkan tokoh adat yang sempat menentang sebelumnya.
“Saya dan 2 teman saya pernah diadili di atas Berugak Adat oleh tokoh adat Dusun Segenter karena dinilai menyebarluaskan informasi yang tidak benar. Namun saya dan teman-teman memiliki kemampuan dan keberanian untuk menjelaskan. Akhirnya, tokoh adat pun bisa menerima keberadaan sekolah perempuan dan kami mulai dilibatkan dalam musyawarah dusun, baik itu kaitannya dengan adat maupun lainnya,” ujar Mulyani.
Menteri Bintang sangat mengapresiasi pengalaman, peran, dan kerja-kerja perempuan di komunitas tingkat akar rumput maupun sekolah perempuan di berbagai daerah seperti di pulau-pulau kecil di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, desa terpencil bawah kaki Gunung Rinjani di Lombok Utara dan Lombok Timur, Padang, desa-desa di Gresik, dan pesisir wilayah Kupang, hingga bantaran kali Ciliwung Kota Jakarta yang dituliskan dalam buku tersebut.
“Perempuan semakin ditantang, akan semakin kuat. Mudah-mudahan komitmen ini kita bisa bangun. Dengan semangat dari ibu-ibu sekolah perempuan, kita akan bisa menjawab tantangan. Apalagi dengan buku yang diluncurkan ini mengangkat upaya-upaya dan usaha-usaha yang sudah perempuan-perempuan lakukan di tingkat akar rumput bisa menjadi inspirasi bagi perempuan lainnya,” tutur Menteri Bintang.
Tulisan ini memuat lebih dari 100 perempuan terpilih dari 6.000 kader perempuan lainnya. Mereka adalah nelayan perempuan, petani, pengusaha mikro, buruh harian, pedagang keliling, dan lain-lain. Perempuan-perempuan tersebut memiliki keberanian untuk melakukan perubahan seperti mengembangkan Pos Pengaduan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, melakukan pencegahan perkawinan anak, mengembangkan usaha ekonomi perempuan, mempengaruhi kebijakan melalui Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) Perempuan serta melakukan pendataan untuk mendapatkan perlindungan sosial.
Salah satu pendamping dari Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) Nusa Tenggara Barat – Mitra KAPAL Perempuan, Lulu mengaku ikut bangga dengan keberanian perempuan-perempuan dalam bersuara dan memperjuangkan hak mereka dan komunitasnya di tingkat akar rumput sehingga bisa berdaya.
“Perjuangan yang cukup luar biasa hasilnya. Perubahan-perubahan yang mereka lakukan ini ternyata setelah dirangkaikan di dalam sebuah tulisan menjadi kebanggaan untuk kita semua, terutama kami yang mendampingi komunitas itu sendiri. Terlihat hasil kerja-kerja dan keberanian perempuan. Ketika perempuan berani bersuara maka perubahan itu akan ada,” kata Lulu.